Tab

Tuesday, May 27, 2014

UU NO. 36 TENTANG UNDANG UNDANG TELEKOMUNIKASI



LATAR BELAKANG

Telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka mendukung peningkatan berbagai aspek, mulai dari aspek perekonomian, pendidikan, dan hubungan antar bangsa, yang perlu ditingkatkan melalui ketersediaannya baik dari segi aksesibilitas, densitas, mutu dan layanannya sehingga dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Beberapa alasan telekomunikasi perlu diatur adalah: 
  • Telekomunikasi merupakan suatu bidang yang menguasai hajat hidup orang banyak sehingga pengaturannya perlu dilakukan secara khusus agar sesuai dengan Prinsip Ekonomi indonesia yang terdapat dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). 
  • Telekomunikasi mempunyai arti penting karena dapat dipergunakan sebagai suatu wahana untuk mencapai pembangunan nasional dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 
  • Penyelenggaraan telekomunikasi juga mempunyai arti strategis dalam upaya memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan antar bangsa.Sejak tahun 1961, industri telekomunikasi di Indonesia telah mengalami kemajuan berarti dengan dimilikinya industri ini secara tunggal oleh perusahaan negara.


Menurut beberapa sumber, faktor yang memicu lahirnya UU Tahun 1999 adalah: 
  •  Perubahan teknologi; 
  • Krisis Ekonomi, Sosial dan Politik; 
  • Dominasi pemerintah dalam penyelenggaraan telekomunikasi dan proyek Nusantara21;
  • Perubahan nilai layanan telekomunikasi dari barang publik menjadi komoditas;
  • Teledensity  rendah; 
  • Masuknya modal asing di sektor telekomunikasi;
  • Keterbatasan penyelenggara pada era monopoli dalam hal pembangunan  infrastruktur;
  • Pergeseran  paradigma  perekonomian dunia,  dari  masyarakat  industri  menjadi  masyarakat informasi;
  • Praktik  bisnis yang tidak sehat di sektor telekomunikasi; dan
  • Kurangnya sumber daya manusia di sektor telekomunikasi.

 Penjelasan UU No.36 Tentang Telekomunikasi

Undang-undang Nomor 36 Tahun tentang Telekomunikasi, pembangunan dan penyelenggaraan telekomunikasi telah menunjukkan peningkatan peran penting dan strategis dalam menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan, mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan nusantara, dan memantapkan ketahanan nasional serta meningkatkan hubungan antar bangsa.

Perubahan lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat mendorong terjadinya perubahan mendasar, melahirkan lingkungan telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk hasil konvergensi dengan teknologi informasi dan penyiaran sehingga dipandang perlu mengadakan penataan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional.

Setelah memahami tentang UU No.36 Tentang Telekomunikasi, dalam pembahasan ini akan membahas tentang pasal 10 bagian ketiga yaitu Larangan Praktek Monopolu, yang berbunyi :
  • Dalam penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di antara penyelenggara telekomunikasi.
  • Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai denga peraturan perundang-undangan yang berlaku.



MONOPOLI

Dalam persaingan harus dipandang sebagai hal yang positif dan sangat esensial dalam dunia usaha. Dengan persaingan, para pelaku usaha akan berlomba-lomba untuk terus menerus memperbaiki produk dan melakukan inovasi atas produk yang dihasilkan untuk memberikan yang terbaik bagi pelanggan. Dari sisi konsumen, mereka akan mempunyai pilihan dalam membeli produk dengan harga murah dan kualitas terbaik.

Dalam kondisi demikian, yang harus dituntut adalah bentuk persaingan yang sehat, karena kita tahu dalam praktek, banyak terjadi bentuk persaingan yang tidak sehat (unfair), yang akan mematikan persaingan itu sendiri, dan pada gilirannya memunculkan praktek monopoli.

Jika kita menyebutkan kata ‘monopoli’ terbayang dalam benak kita adanya seorang atau sekelompok orang yang menguasai suatu bidang tertentu secara mutlak tanpa memberikan kesempatan kepada pihak lain untuk ikut ambil bagian. Dengan monopoli suatu bidang, berarti terbuka kesempatan untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kepentingan kantong sendiri.

Disini monopoli diartikan sebagai kekuasaan menentukan harga, kualitas dan kuantitas produk yang ditawarkan kepada masyarakat. Masyarakat tidak pernah diberi kesempatan untuk menentukan pilihan, baik mengenai harga, mutu maupun jumlah. Kalau mau silakan dan kalau tidak mau tidak ada pilihan lain.

Itulah citra kurang baik yang ditimbulkan oleh keserakahan pihak tertentu yang memonopoli suatu bidang. Adanya persaingan tersebut mengakibatkan lahirnya perusahaan-perusahaan yang secara naluriah ingin mengalahkan pesaing-pesaingnya agar menjadi yang paling besar, paling hebat dan paling kaya.


CONTOH : 
KASUS MONOPOLI PADA BISNIS TELEKOMUNIKASI INDONESIA

Kasus dugaan praktek monopoli pada bidang telekomunikasi yang terjadi di Indonesia diduga dilakukan oleh Temasek Holding. Temasek sendiri merupakan perusahaan yang bergerak dibidang teknologi telekomunikasi yang berasal dari Singapura. Melalui anak perusahaanya perusahaan Temasek mempunyai saham di dua operator layanan telekomunikasi terbesar di Indonesia yaitu Indosat dan Telkomsel. Temasek memiliki saham di Indosat sebesar 41,9% melalui anak perusahaanya yaitu Singapore Technologies Telemedia (STT). Sedangkan 100% saham milik STT sendiri dikuasai oleh Temasek. Pada perusahaanTelkomsel, Temasek mempunyai saham sebesar 35% melalui anak perusahaanya yaitu Singapore Telecommunication Limited (Singtel). Kepemilikkan saham Temasek di Singtel sendiri adalah 56% sehingga Temasek sangat berpengaruh dalam Singtel.

Dengan komposisi tersebut Temasek dianggap sebagai pelaku yang sangat dominan dalam bisnis seluler di Indonesia karena Indosat dan Telkomsel menguasai pasar telekomunikasi Indonesia kurang lebih sekitar 80%. Kasus ini saat ini masih diperiksa oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Dugaan yang digunakan oleh KPPU adalah price fixing yang dilakukan oleh Indosat dan Telkomsel dan kepemilikan silang saham dari Temasek atas dua operator layanan telekomunikasi tersebut.

Apabila dilihat dari data-data diatas bukan hal yang mustahil Temasek mampu melakukan monopoli dengan price fixing karena memiliki saham yang cukup besar di Indosat maupun Telkomsel. Walaupun sahamnya tidak mencapai jumlah 50% lebih dari masing-masing perusahaan operator telekomunikasi tersebut tetapi merupakan salah satu pemilik saham yang terbesar di bisnis telekomunikasi Indonesia. Dengan kepemilikan saham dari dua anak perusahaanya Temasek maka akan berakibat iklim persaingan bisnis di Indonesia menjadi tidak sehat karena sedikit atau banyak akan dipengaruhi oleh kebijakan yang akan diambil oleh Temasek melalui Singtel dan STT.

Penguasaan saham yang dilakukan oleh Temasek jika dilihat melalui Undang-undang No. 5 Tahun 1999 jelas akan mendekati pelanggaran pada pasal 17 dan 27 jika dibiarkan tanpa pengawasan yang ketat dan adanya peraturan yang tegas. Kepemilikan saham yang cukup besar pada dua operator telekomunikasi yang mempunyai pangsa pasar sebesar 80% di Indonesia merupakan salah satu indikasi Temasek sangat dominan dalam bisnis Telekomunikasi. Price fixing bisa dilakukan oleh Temasek karena saham di Telkomsel selain yang 41,9% adalah milik pemerintah sedangkan di Indosat sendiri 35% milik Indosat dan 21% milik pemerintah sedangkan sisanya dimiliki oleh perusahaan domestik dan ading lainnya. Walaupun dengan komposisi tersebut secara matematis Temasek tidak menguasai 50% pangsa pasar di Indonesia pada bisnis telekomunikasi tetapi Temasek merupakan perusahaan yang paling berpengaruh dalam setiap kebijakan yang diambil oleh Indosat maupun Telkomsel dengan saham yang sebesar itu dan tidak ada pelaku usaha lain yang bisa menandingi jumlah sahamnya.

Hal lain yang bisa memperkuat dugaan monopoli dalam bisnis telekomunikasi di Indonesia adalaah kemungkinan kartel atau kerjasama diantara dua anak perusahaan Temasek yaitu STT dan Singtel. Dengan kerjasama tersebut maka kedua perusahaan tersebut akan bisa memainkan harga pasar dengan mudah karena Telkomsel memiliki jumlah pelanggan lebih dari 50% dari jumlah pengguna telepon selular di Indonesia dan jika di tambah dengan kerjasama dari Indosat maka akan sangat berpengaruh pada bisnis telekomunikasi dan iklim bisnis akan semakin tidak sehat. Perusahaan lain akan sulit untuk mematok harga karena kedua operator tersebut bisa membanting harga serendah mungkin untuk memenangkan persaingan usaha. Hal ini bisa dilihat belakangan ini dengan Indosat menurunkan tarifnya menjadi RP. 0 untuk komunikasi antar sesama pemakai operator Mentari yang merupakan bagian dari Indosat untuk menyaingi harga yang diberlakukan perusahaan operator XL. Sedangkan Telkomsel masih belum bergerak untuk menjalankan strategi barunya menghadapi strategi tarif dari XL ini dan masih mengandalkan luas jangkauan wilayahnya. Tetapi jika memang terjadi suatu kerjasama atau kartel di kedua perusahaan tersebut melalui STT dan Singtel maka akan sangat sulit ditandingi oleh perusahaan lain. 


KESIMPULAN

Jadi pada UU No.36 Tentang  Telekomunikasi pasal 10 yang membahas tentang Larangan Praktek Monopoli di bidang telekomunikasi tersebut agar semua perusahaan yang menjalani bisnis di bidang telekomunikasi supaya bisa bersaing dengan sehat, dan taat pada hukum yang berlaku, sehingga tidak mendapatkan dampak negatif untuk perusahaan lain yang menjalani bisnis yang sama dengan adanya tekana dengan sistem monopoli yang ada.



Sumber :
http://yulandari.wordpress.com/2013/05/09/uu-no-36-tentang-undang-undang-telekomunikasi-makalah/
http://muzajjaddotcom.wordpress.com/2010/12/24/praktek-monopoli-dan-persa/
http://esklapasawit.blogspot.com/2008/02/kasus-monopoli-pada-bisnis.html

No comments:

Post a Comment