LATAR BELAKANG
Sejarah
panjang telah membentuk kepolisian Indonesia yang menjadi polri pada saat ini.
Tanpa mengurangi besarnya keberhasilan yang telah dicapai polisi, telah
terbukti mampu menjadi salah satu pilar penegak keamanan yang mengantar
pembangunan Bangsa dan Negara. Polisi terus berjuang keras, karena belum mampu
menjawab tuntutan pelayanan masyarakat yang meningkat cepat sebagai hasil
pembangunan, sedangkan kemampuan polisi nyaris tidak berkembang, celaan, cemoohan,
tudingan bahwa polisi tidak professional.
Memang
Republik Indonesia ini sudah mendesak untuk memiliki polisi yang professional,
efektif, efisien, dan modern. Tetepi kita semua tahu, kendalanya sangat banyak.
Salah satu akar permasalah adalah adanya kecenderungan melemahnya penghayatan
dan pengamalan Etika Kepolisian. Etika sendiri terbentuk dari endapan sejarah,
budaya, kondisi social dan lingkungan dengan segala aspek dan prospeknya.
Internalisasi dan penerapan Etika Kepolisian yang tidak mantap, merupakan
factor penyebab kurang dalamnya pendalaman etika, sehingga polisi ditingkat
pelaksanaan sangat labil, mudah goyah dan terombang-ambing dalam gelombang dan
gegap gempitanya perubahan dalam pembangunan.
PENGERTIAN
Profesi adalah
kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris “Profess”, yang
dalam bahasa Yunani adalah “Επαγγελια”, yang bermakna: “Janji untuk
memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen”. Menurut Henry Campbell Black pengertian profesi adalah suatu lapangan pekerjaan atau pekerjaan yang
memerlukan pendidikan,pengetahuan dan kemahiran khusus,misalnya profesi hukum
atau profesi kedokteran.
Menurut
Sadjijiono bahwa “ Profesi”
bukan merupakan setiap pekerjaan, akan tetapi pekerjaan yang memerlukan
keahlian dan kemahiran melalui pendidikan atau latihan. Dengan demikian
pekerjaan dapat disebut sebagai suatu profesi jika memenuhi standar
persyaratan yang sudah ditetapkan, baik oleh lemabaga pemerintah, lembaga
swasta maupun kelompok pemegang profesi. Kriteria
dari suatu profesi menjadi titik tolak dalam pelaksanaan membahas hubungan
tugas pokok kepolisian dan profesi.
Etika
adalah ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia yang terkait dengan norma dan
nilai-nilai atau ukuran baik yang berlaku pada masyarakat. Sedang pengertian kepolisian pada intinya adalah aparat penegak hukum yang
bertanggung jawab atas ketertiban umum ,keselamatan dan keamanan masyarakat.
Jadi Etika Kepolisian adalah norma
tentang perilaku polisi untuk dijadikan pedoman dalam mewujudkan pelaksanaan
tugas yang baik bagi penegak hukum, ketertiban umum dan keamanan masyarakat.
Tugas pokok
kepolisian merupakan tugas tugas
yang harus dikerjakan atau dijalankan oleh lembaga kepolisian, dengan demikian
tugas lembaga yang dijalankan oleh anggota kepolisian dapat dimaknai sebagai
bentuk atau jenis dari pekerjaan khusus. Jenis pekerjaan tersebut menjadi tugas
dan wewenang kepolisian yang harus dijalankan dengan pengetahuan (intelektual),
keahlian atau kemahiran yang diperoleh melalui pendidikan atau training,
dijalankan secara bertanggung jawab dengan keahlianya, dan berlandaskan moral
dan etika.
Organisasi
Kepolisian, sebagaimana organisasi pada umumnya, memiliki “ Etika” yang
menunjukkan perlunya bertingkah laku sesuai dengan peraturan-peraturan dan
harapan yang memerlukan “ kedisiplinan” dalam melaksanakan tugasnya sesuai misi
yang diembannya
selalu mempunyai aturan intern dalam rangka meningkatkan kinerja,
profesionalisme, budaya organisasi serta untuk menjamin terpeliharanya tata
tertib dan pelaksanaan tugas sesuai tujuan, peranan, fungsi, wewenang dan
tanggung jawab dimana mereka bertugas dan semua itu demi untuk masyarkat.
Manfaat
etika sebenarnya memperkuat hati nurani yang baik dan benar dari diri pribadi,
sehingga mereka sungguh-sungguh merasakan bahwa hidupnya, pengabdiannya,
pelaksanaan tugasnya dan tingkah lakunya adalah berguna, bermanfaat bagi
masyarakat, dan karenanya dia dihargai, diterima, bahkan ditempatkan secara
terhormat didalam masyarakatnya. Etika kepolisian dapat mengangkat martabat
kepolisian didalam masyarakat jika dilaksanakan dengan baik.
Etika
kepolisian saat ini memang belum mentradisi seperti etika lainnya, walaupun
usianya lebih tua. Hal itu disebabkan karena sejak awal etika kepolisian itu
terus berkembang dan berubah-ubah, sehingga isi dan bentuk profesi kepolisian
itu sendiri belum seragam, antara Negara yang satu dengan yang lain. Sehingga
dalam aplikasi, para pemikir dan pimpinan kepolisian sering melupakan beberapa
ciri atau karakter pelaku polisi atau sering disebut budaya polisi (Police
Cultura) yang dominant pengaruhnya terhadap kegagalan tindakannya. Kecendrungan
itu antara lain :
- Orientasi tindakan sering mengutamakan pencapaian hasil optimal (efektifitas), sehingga sering mengabaikan efisiensi.
- Polisi diajar untuk selalu bersikap curiga, sehingga harus bertanya dengan detail. Sedangkan sikap curiga ini mengandung makna waspada dengan dasar pengertian etika.
- Disatu pihak polisi dinilai tidak adil, tidak jujur, tidak professional, di pihak lain banyak petunjuk bahwa polisi harus mendukung dan menunjukkan solidaritas pada lingkungan.
- Pragmatisme yang banyak mendatangkan keberhasilan, sering membuai polisi dan lalu melalaikan akar pragmatisme itu sendiri.
Polisi
sebagai garda terdepan dalam penegakan hukum memiliki tanggung jawab yang cukup
besar untuk mensinergikan tugas dan wewenangnya. Polri Sebagaimana yang telah
diatur dalam pasal 13 undang – undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia yaitu bahwa Polri memilik tugas :
- Memelihara Keamanan dan ketertiban masyarakat
- Menegakan hukum
- Memberikan Perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat
Dalam
melaksanakan tugas dan wewenang tersebut Polisi harus senantiasa melihat
kepentingan masyarakat. Hal yang merupakan salah satu tugas Polisi yang sering
mendapat sorotan masyarakat adalah penegakan hukum. Pada prakteknya penegakan
hukum yang dilakukan oleh polisi senantiasa mengandung 2 pilihan.
Pilihan pertama
adalah penegakan hukum sebagaimana yang disyaratkan oleh undang-undang pada
umumnya, dimana ada upaya paksa yang dilakukan polisi untuk menegakkan hukum
sesuai dengan hukum acara yang diatur dalam undang undang No. 8 tahun
1981 tentang KUHAP. Sedangkan pilihan
kedua adalah tindakan yang lebih mengedepankan keyakinan yang ditekankan
pada moral pribadi dan kewajiban hukum untuk memberikan perlindungan kepada
anggota masyarakat.
Proses
penyimpangan etika di Amerika Serikat, yang pada hakekatnya terjadi
dimana-mana, diawali dengan banyaknya penyimpangan etika kepolisian atau
prilaku polisi yang tidak etis, berupa tindakan-tindakan kekerasan, penyimpangan
berupa tindakan yang menyalahi prosedur, tindakan yang tidak melahirkan
keadilan dan kebenaran dll. Hal itu mengakibatkan masyarakat sering memberi
simpati pada orang-orang yang menjadi korban tindakan polisi itu, walaupun
mereka berbuat jahat.
Sikap
antipati terhadap polisi itu meluas pada orang-orang yang diindikasi membantu
polisi untuk mencelakakan sesama warga. Disana dikenal istilah fink
(tukang lapor), stool pigeon yang kalau di Indonesia diistilahkan informan,
orang yang diumpankan untuk menangkap penjahat, yang terburuk adalah chiken
(pengecut), julukan ini diberikan kepada orang-orang yang menunjukkan
penjahat bahkan kadang orang-orang yang tidak bersalah dilaporkan sebagai
penjahat. Seballiknya, orang yang diaggap pahlawan kalau dia diam, tidak
melapor, membiarkan kejahatan terjadi atau tidak memberikan kesaksian, walaupun
dirinya bahkan nyawanya jadi taruhan. Kenyatan-kenyataan itulah yang membuat
renggang polisi dengan masyarakat.
Pengembangan Etika
Kepolisian dapat dilakukan, ditumbuhkan, dibangun dan dipupuk agar dapat subur
dan berkembang dengan baik adalah dengan cara-cara sebagai berikut:
a.
Membangun masyarakat
Mewujudkan
masyarakat yang mampu berbuat etis tidaklah mudah, karena harus memperhitungkan
segenap unsur pendukung eksistensinya yang berdimensi sangat luas. Dengan
mengasumsikan bahwa terdapat banyak dimensi prilaku masyarakat yang baik dan
mendukung etika kepolisian dengan baik, maka dari banyak dimensi itu yang
paling signifikan bagi pelaksanaan tugas polisi adalah berupa dimensi hokum,
kepatuhan mereka kepada hokum dan sikap menolak gangguan keamanan atau
pelanggaran hukum. Dari
hukum yang baik itulah, etika atau prilaku masyarakat yang terpuji dapat
terbentuk, yang pada gilirannya akan mengembangkan aplikasi etika kepolisian.
b.
Membentuk polisi yang baik
Bibit-bibit
atau calon polisi yang baik adalah dididik, dilatih, diperlengkapi dengan baik
dan kesejahteraan yang memadai. Calon yang baik hanya dapat diperoleh dari
masyarakat yang terdidik baik, persyaratan masuk berstandar tinggi, pengujian
yang jujur dan fair (penuh keterbukaan), dan bakat yang memadai berdasarkan
psikotes.
c.
Membentuk pimpinan polisi yang baik
Pada
dasarnya, sama dan serupa dengan proses membentuk individu polisi yang baik
diatas. Namun, untuk pimpinan yang berstatus perwira harus dituntut standar
yang lebih tinggi. Semakin tinggi pangkatnya maka semakin tinggi pula standar
persaratannya, khususnya unsur kepemimpinannya.
Sumber :
http://krisnaptik.wordpress.com/polri-4/hukum-kepolisian/etika-kepolisian-dalam-profesi-kepolisian-di-bidang-penegakan-hukum/
http://rumputteki.wordpress.com/etika-profesi-polisi/
No comments:
Post a Comment