Seperti yang kita ketahui bahwa
kemajuan teknologi sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia. Kemajuan
teknologi membuat perubahan yang begitu besar dalam kehidupan manusia di
berbagai bidang dan memberikan dampak yang begitu besar pada nilai-nilai kebudyaan.
Kemajuan teknologi juga seakan-akan tidak dapat dipisahkan lagi dari kehidupan
manusia. Dengan semakin berkembangnya teknologi manusia semakin mudah untuk
mendapatkan berbagi informasi dari penjuru dunia.
Living In The Small World
Monday, June 30, 2014
Tuesday, May 27, 2014
KODE ETIK PNS & KODE ETIK KEMENTRIAN KEUANGAN
Dasar aturan :
- Peraturan presiden nomor 11 tahun 1959 tentang sumpah jabatan egawai negeri sipil dan anggota angkatan perang;
- Peraturan pemerintah nomor 21 tahun 1975 tentang Sumpah/Janji pegawai negeri sipil;
- Surat edaran kepala badan kepegawaian negara nomor 14/SE/1975, tentang petunjuk pengambilan Sumpah/Janji pegawai negeri sipil.
- Peraturan pemerintah nomor 43 tahun 2004 tentang pembinaan jiwa korps dan kode etik pegawai negeri sipil;
UU NO. 36 TENTANG UNDANG UNDANG TELEKOMUNIKASI
LATAR BELAKANG
Telekomunikasi merupakan
salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam
rangka mendukung peningkatan berbagai aspek, mulai dari aspek perekonomian, pendidikan,
dan hubungan antar bangsa, yang perlu ditingkatkan melalui ketersediaannya baik
dari segi aksesibilitas, densitas, mutu dan layanannya sehingga dapat
menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Beberapa alasan
telekomunikasi perlu diatur adalah:
- Telekomunikasi merupakan suatu bidang yang menguasai hajat hidup orang banyak sehingga pengaturannya perlu dilakukan secara khusus agar sesuai dengan Prinsip Ekonomi indonesia yang terdapat dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).
- Telekomunikasi mempunyai arti penting karena dapat dipergunakan sebagai suatu wahana untuk mencapai pembangunan nasional dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
- Penyelenggaraan telekomunikasi juga mempunyai arti strategis dalam upaya memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan antar bangsa.Sejak tahun 1961, industri telekomunikasi di Indonesia telah mengalami kemajuan berarti dengan dimilikinya industri ini secara tunggal oleh perusahaan negara.
Menurut beberapa sumber,
faktor yang memicu lahirnya UU Tahun 1999 adalah:
- Perubahan teknologi;
- Krisis Ekonomi, Sosial dan Politik;
- Dominasi pemerintah dalam penyelenggaraan telekomunikasi dan proyek Nusantara21;
- Perubahan nilai layanan telekomunikasi dari barang publik menjadi komoditas;
- Teledensity rendah;
- Masuknya modal asing di sektor telekomunikasi;
- Keterbatasan penyelenggara pada era monopoli dalam hal pembangunan infrastruktur;
- Pergeseran paradigma perekonomian dunia, dari masyarakat industri menjadi masyarakat informasi;
- Praktik bisnis yang tidak sehat di sektor telekomunikasi; dan
- Kurangnya sumber daya manusia di sektor telekomunikasi.
Penjelasan
UU No.36 Tentang Telekomunikasi
Undang-undang Nomor 36
Tahun tentang Telekomunikasi, pembangunan dan penyelenggaraan telekomunikasi
telah menunjukkan peningkatan peran penting dan strategis dalam menunjang dan
mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan,
mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan nusantara, dan memantapkan
ketahanan nasional serta meningkatkan hubungan antar bangsa.
Perubahan lingkungan
global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat
mendorong terjadinya perubahan mendasar, melahirkan lingkungan telekomunikasi
yang baru, dan perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan telekomunikasi,
termasuk hasil konvergensi dengan teknologi informasi dan penyiaran sehingga
dipandang perlu mengadakan penataan kembali penyelenggaraan telekomunikasi
nasional.
Setelah memahami tentang UU No.36 Tentang Telekomunikasi, dalam pembahasan ini akan membahas tentang pasal 10 bagian ketiga yaitu Larangan Praktek Monopolu, yang berbunyi :
- Dalam penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di antara penyelenggara telekomunikasi.
- Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai denga peraturan perundang-undangan yang berlaku.
MONOPOLI
Dalam persaingan harus
dipandang sebagai hal yang positif dan sangat esensial dalam dunia usaha.
Dengan persaingan, para pelaku usaha akan berlomba-lomba untuk terus menerus
memperbaiki produk dan melakukan inovasi atas produk yang dihasilkan untuk
memberikan yang terbaik bagi pelanggan. Dari sisi konsumen, mereka akan
mempunyai pilihan dalam membeli produk dengan harga murah dan kualitas terbaik.
Dalam kondisi demikian,
yang harus dituntut adalah bentuk persaingan yang sehat, karena kita tahu dalam
praktek, banyak terjadi bentuk persaingan yang tidak sehat (unfair), yang akan
mematikan persaingan itu sendiri, dan pada gilirannya memunculkan praktek
monopoli.
Jika kita menyebutkan kata
‘monopoli’ terbayang dalam benak
kita adanya seorang atau sekelompok orang yang menguasai suatu bidang tertentu
secara mutlak tanpa memberikan kesempatan kepada pihak lain untuk ikut ambil
bagian. Dengan monopoli suatu bidang, berarti terbuka kesempatan untuk mengeruk
keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kepentingan kantong sendiri.
Disini monopoli diartikan
sebagai kekuasaan menentukan harga, kualitas dan kuantitas produk yang
ditawarkan kepada masyarakat. Masyarakat tidak pernah diberi kesempatan untuk
menentukan pilihan, baik mengenai harga, mutu maupun jumlah. Kalau mau silakan
dan kalau tidak mau tidak ada pilihan lain.
Itulah citra kurang baik
yang ditimbulkan oleh keserakahan pihak tertentu yang memonopoli suatu bidang. Adanya
persaingan tersebut mengakibatkan lahirnya perusahaan-perusahaan yang secara
naluriah ingin mengalahkan pesaing-pesaingnya agar menjadi yang paling besar,
paling hebat dan paling kaya.
CONTOH :
KASUS MONOPOLI PADA BISNIS
TELEKOMUNIKASI INDONESIA
Kasus dugaan praktek
monopoli pada bidang telekomunikasi yang terjadi di Indonesia diduga dilakukan
oleh Temasek Holding. Temasek sendiri merupakan perusahaan yang bergerak
dibidang teknologi telekomunikasi yang berasal dari Singapura. Melalui anak
perusahaanya perusahaan Temasek mempunyai saham di dua operator layanan
telekomunikasi terbesar di Indonesia yaitu Indosat dan Telkomsel. Temasek
memiliki saham di Indosat sebesar 41,9% melalui anak perusahaanya yaitu
Singapore Technologies Telemedia (STT). Sedangkan 100% saham milik STT sendiri
dikuasai oleh Temasek. Pada perusahaanTelkomsel, Temasek mempunyai saham
sebesar 35% melalui anak perusahaanya yaitu Singapore Telecommunication Limited
(Singtel). Kepemilikkan saham Temasek di Singtel sendiri adalah 56% sehingga
Temasek sangat berpengaruh dalam Singtel.
Dengan komposisi tersebut
Temasek dianggap sebagai pelaku yang sangat dominan dalam bisnis seluler di
Indonesia karena Indosat dan Telkomsel menguasai pasar telekomunikasi Indonesia
kurang lebih sekitar 80%. Kasus ini saat ini masih
diperiksa oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Dugaan yang digunakan oleh
KPPU adalah price
fixing yang dilakukan oleh Indosat
dan Telkomsel dan kepemilikan silang saham dari Temasek atas dua operator
layanan telekomunikasi tersebut.
Apabila dilihat dari data-data diatas bukan hal yang mustahil Temasek mampu
melakukan monopoli dengan price
fixing karena
memiliki saham yang cukup besar di Indosat maupun Telkomsel. Walaupun sahamnya
tidak mencapai jumlah 50% lebih dari masing-masing perusahaan operator
telekomunikasi tersebut tetapi merupakan salah satu pemilik saham yang terbesar
di bisnis telekomunikasi Indonesia. Dengan kepemilikan saham dari dua anak
perusahaanya Temasek maka akan berakibat iklim persaingan bisnis di Indonesia
menjadi tidak sehat karena sedikit atau banyak akan dipengaruhi oleh kebijakan
yang akan diambil oleh Temasek melalui Singtel dan STT.
Penguasaan saham yang dilakukan oleh Temasek jika dilihat melalui
Undang-undang No. 5 Tahun 1999 jelas akan mendekati pelanggaran pada pasal 17
dan 27 jika dibiarkan tanpa pengawasan yang ketat dan adanya peraturan yang
tegas. Kepemilikan saham yang cukup besar pada dua operator
telekomunikasi yang mempunyai pangsa pasar sebesar 80% di Indonesia merupakan
salah satu indikasi Temasek sangat dominan dalam bisnis Telekomunikasi. Price fixing bisa
dilakukan oleh Temasek karena saham di Telkomsel selain yang 41,9% adalah milik
pemerintah sedangkan di Indosat sendiri 35% milik Indosat dan 21% milik
pemerintah sedangkan sisanya dimiliki oleh perusahaan domestik dan ading lainnya.
Walaupun dengan komposisi tersebut secara matematis Temasek tidak menguasai 50%
pangsa pasar di Indonesia pada bisnis telekomunikasi tetapi Temasek merupakan
perusahaan yang paling berpengaruh dalam setiap kebijakan yang diambil oleh
Indosat maupun Telkomsel dengan saham yang sebesar itu dan tidak ada pelaku
usaha lain yang bisa menandingi jumlah sahamnya.
Hal lain yang bisa memperkuat dugaan monopoli dalam bisnis telekomunikasi
di Indonesia adalaah kemungkinan kartel atau kerjasama diantara dua anak
perusahaan Temasek yaitu STT dan Singtel. Dengan kerjasama tersebut maka kedua
perusahaan tersebut akan bisa memainkan harga pasar dengan mudah karena
Telkomsel memiliki jumlah pelanggan lebih dari 50% dari jumlah pengguna telepon
selular di Indonesia dan jika di tambah dengan kerjasama dari Indosat maka akan
sangat berpengaruh pada bisnis telekomunikasi dan iklim bisnis akan semakin
tidak sehat. Perusahaan lain akan sulit untuk mematok harga karena kedua
operator tersebut bisa membanting harga serendah mungkin untuk memenangkan
persaingan usaha. Hal ini bisa dilihat belakangan ini dengan Indosat menurunkan
tarifnya menjadi RP. 0 untuk komunikasi antar sesama pemakai operator Mentari
yang merupakan bagian dari Indosat untuk menyaingi harga yang diberlakukan
perusahaan operator XL. Sedangkan Telkomsel masih belum bergerak untuk
menjalankan strategi barunya menghadapi strategi tarif dari XL ini dan masih
mengandalkan luas jangkauan wilayahnya. Tetapi jika memang terjadi suatu
kerjasama atau kartel di kedua perusahaan tersebut melalui
STT dan Singtel maka akan sangat sulit ditandingi oleh perusahaan lain.
KESIMPULAN
Jadi pada UU No.36
Tentang Telekomunikasi pasal 10 yang
membahas tentang Larangan Praktek Monopoli di bidang telekomunikasi tersebut agar
semua perusahaan yang menjalani bisnis di bidang telekomunikasi supaya bisa
bersaing dengan sehat, dan taat pada hukum yang berlaku, sehingga tidak mendapatkan
dampak negatif untuk perusahaan lain yang menjalani bisnis yang sama dengan
adanya tekana dengan sistem monopoli yang ada.
Sumber :
http://yulandari.wordpress.com/2013/05/09/uu-no-36-tentang-undang-undang-telekomunikasi-makalah/
http://muzajjaddotcom.wordpress.com/2010/12/24/praktek-monopoli-dan-persa/
http://esklapasawit.blogspot.com/2008/02/kasus-monopoli-pada-bisnis.html
Tuesday, April 8, 2014
ETIKA PROFESI KEPOLISIAN
LATAR BELAKANG
Sejarah
panjang telah membentuk kepolisian Indonesia yang menjadi polri pada saat ini.
Tanpa mengurangi besarnya keberhasilan yang telah dicapai polisi, telah
terbukti mampu menjadi salah satu pilar penegak keamanan yang mengantar
pembangunan Bangsa dan Negara. Polisi terus berjuang keras, karena belum mampu
menjawab tuntutan pelayanan masyarakat yang meningkat cepat sebagai hasil
pembangunan, sedangkan kemampuan polisi nyaris tidak berkembang, celaan, cemoohan,
tudingan bahwa polisi tidak professional.
Memang
Republik Indonesia ini sudah mendesak untuk memiliki polisi yang professional,
efektif, efisien, dan modern. Tetepi kita semua tahu, kendalanya sangat banyak.
Salah satu akar permasalah adalah adanya kecenderungan melemahnya penghayatan
dan pengamalan Etika Kepolisian. Etika sendiri terbentuk dari endapan sejarah,
budaya, kondisi social dan lingkungan dengan segala aspek dan prospeknya.
Internalisasi dan penerapan Etika Kepolisian yang tidak mantap, merupakan
factor penyebab kurang dalamnya pendalaman etika, sehingga polisi ditingkat
pelaksanaan sangat labil, mudah goyah dan terombang-ambing dalam gelombang dan
gegap gempitanya perubahan dalam pembangunan.
PENGERTIAN
Profesi adalah
kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris “Profess”, yang
dalam bahasa Yunani adalah “Επαγγελια”, yang bermakna: “Janji untuk
memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen”. Menurut Henry Campbell Black pengertian profesi adalah suatu lapangan pekerjaan atau pekerjaan yang
memerlukan pendidikan,pengetahuan dan kemahiran khusus,misalnya profesi hukum
atau profesi kedokteran.
Menurut
Sadjijiono bahwa “ Profesi”
bukan merupakan setiap pekerjaan, akan tetapi pekerjaan yang memerlukan
keahlian dan kemahiran melalui pendidikan atau latihan. Dengan demikian
pekerjaan dapat disebut sebagai suatu profesi jika memenuhi standar
persyaratan yang sudah ditetapkan, baik oleh lemabaga pemerintah, lembaga
swasta maupun kelompok pemegang profesi. Kriteria
dari suatu profesi menjadi titik tolak dalam pelaksanaan membahas hubungan
tugas pokok kepolisian dan profesi.
Etika
adalah ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia yang terkait dengan norma dan
nilai-nilai atau ukuran baik yang berlaku pada masyarakat. Sedang pengertian kepolisian pada intinya adalah aparat penegak hukum yang
bertanggung jawab atas ketertiban umum ,keselamatan dan keamanan masyarakat.
Jadi Etika Kepolisian adalah norma
tentang perilaku polisi untuk dijadikan pedoman dalam mewujudkan pelaksanaan
tugas yang baik bagi penegak hukum, ketertiban umum dan keamanan masyarakat.
Tugas pokok
kepolisian merupakan tugas tugas
yang harus dikerjakan atau dijalankan oleh lembaga kepolisian, dengan demikian
tugas lembaga yang dijalankan oleh anggota kepolisian dapat dimaknai sebagai
bentuk atau jenis dari pekerjaan khusus. Jenis pekerjaan tersebut menjadi tugas
dan wewenang kepolisian yang harus dijalankan dengan pengetahuan (intelektual),
keahlian atau kemahiran yang diperoleh melalui pendidikan atau training,
dijalankan secara bertanggung jawab dengan keahlianya, dan berlandaskan moral
dan etika.
Organisasi
Kepolisian, sebagaimana organisasi pada umumnya, memiliki “ Etika” yang
menunjukkan perlunya bertingkah laku sesuai dengan peraturan-peraturan dan
harapan yang memerlukan “ kedisiplinan” dalam melaksanakan tugasnya sesuai misi
yang diembannya
selalu mempunyai aturan intern dalam rangka meningkatkan kinerja,
profesionalisme, budaya organisasi serta untuk menjamin terpeliharanya tata
tertib dan pelaksanaan tugas sesuai tujuan, peranan, fungsi, wewenang dan
tanggung jawab dimana mereka bertugas dan semua itu demi untuk masyarkat.
Manfaat
etika sebenarnya memperkuat hati nurani yang baik dan benar dari diri pribadi,
sehingga mereka sungguh-sungguh merasakan bahwa hidupnya, pengabdiannya,
pelaksanaan tugasnya dan tingkah lakunya adalah berguna, bermanfaat bagi
masyarakat, dan karenanya dia dihargai, diterima, bahkan ditempatkan secara
terhormat didalam masyarakatnya. Etika kepolisian dapat mengangkat martabat
kepolisian didalam masyarakat jika dilaksanakan dengan baik.
Etika
kepolisian saat ini memang belum mentradisi seperti etika lainnya, walaupun
usianya lebih tua. Hal itu disebabkan karena sejak awal etika kepolisian itu
terus berkembang dan berubah-ubah, sehingga isi dan bentuk profesi kepolisian
itu sendiri belum seragam, antara Negara yang satu dengan yang lain. Sehingga
dalam aplikasi, para pemikir dan pimpinan kepolisian sering melupakan beberapa
ciri atau karakter pelaku polisi atau sering disebut budaya polisi (Police
Cultura) yang dominant pengaruhnya terhadap kegagalan tindakannya. Kecendrungan
itu antara lain :
- Orientasi tindakan sering mengutamakan pencapaian hasil optimal (efektifitas), sehingga sering mengabaikan efisiensi.
- Polisi diajar untuk selalu bersikap curiga, sehingga harus bertanya dengan detail. Sedangkan sikap curiga ini mengandung makna waspada dengan dasar pengertian etika.
- Disatu pihak polisi dinilai tidak adil, tidak jujur, tidak professional, di pihak lain banyak petunjuk bahwa polisi harus mendukung dan menunjukkan solidaritas pada lingkungan.
- Pragmatisme yang banyak mendatangkan keberhasilan, sering membuai polisi dan lalu melalaikan akar pragmatisme itu sendiri.
Polisi
sebagai garda terdepan dalam penegakan hukum memiliki tanggung jawab yang cukup
besar untuk mensinergikan tugas dan wewenangnya. Polri Sebagaimana yang telah
diatur dalam pasal 13 undang – undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia yaitu bahwa Polri memilik tugas :
- Memelihara Keamanan dan ketertiban masyarakat
- Menegakan hukum
- Memberikan Perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat
Dalam
melaksanakan tugas dan wewenang tersebut Polisi harus senantiasa melihat
kepentingan masyarakat. Hal yang merupakan salah satu tugas Polisi yang sering
mendapat sorotan masyarakat adalah penegakan hukum. Pada prakteknya penegakan
hukum yang dilakukan oleh polisi senantiasa mengandung 2 pilihan.
Pilihan pertama
adalah penegakan hukum sebagaimana yang disyaratkan oleh undang-undang pada
umumnya, dimana ada upaya paksa yang dilakukan polisi untuk menegakkan hukum
sesuai dengan hukum acara yang diatur dalam undang undang No. 8 tahun
1981 tentang KUHAP. Sedangkan pilihan
kedua adalah tindakan yang lebih mengedepankan keyakinan yang ditekankan
pada moral pribadi dan kewajiban hukum untuk memberikan perlindungan kepada
anggota masyarakat.
Proses
penyimpangan etika di Amerika Serikat, yang pada hakekatnya terjadi
dimana-mana, diawali dengan banyaknya penyimpangan etika kepolisian atau
prilaku polisi yang tidak etis, berupa tindakan-tindakan kekerasan, penyimpangan
berupa tindakan yang menyalahi prosedur, tindakan yang tidak melahirkan
keadilan dan kebenaran dll. Hal itu mengakibatkan masyarakat sering memberi
simpati pada orang-orang yang menjadi korban tindakan polisi itu, walaupun
mereka berbuat jahat.
Sikap
antipati terhadap polisi itu meluas pada orang-orang yang diindikasi membantu
polisi untuk mencelakakan sesama warga. Disana dikenal istilah fink
(tukang lapor), stool pigeon yang kalau di Indonesia diistilahkan informan,
orang yang diumpankan untuk menangkap penjahat, yang terburuk adalah chiken
(pengecut), julukan ini diberikan kepada orang-orang yang menunjukkan
penjahat bahkan kadang orang-orang yang tidak bersalah dilaporkan sebagai
penjahat. Seballiknya, orang yang diaggap pahlawan kalau dia diam, tidak
melapor, membiarkan kejahatan terjadi atau tidak memberikan kesaksian, walaupun
dirinya bahkan nyawanya jadi taruhan. Kenyatan-kenyataan itulah yang membuat
renggang polisi dengan masyarakat.
Pengembangan Etika
Kepolisian dapat dilakukan, ditumbuhkan, dibangun dan dipupuk agar dapat subur
dan berkembang dengan baik adalah dengan cara-cara sebagai berikut:
a.
Membangun masyarakat
Mewujudkan
masyarakat yang mampu berbuat etis tidaklah mudah, karena harus memperhitungkan
segenap unsur pendukung eksistensinya yang berdimensi sangat luas. Dengan
mengasumsikan bahwa terdapat banyak dimensi prilaku masyarakat yang baik dan
mendukung etika kepolisian dengan baik, maka dari banyak dimensi itu yang
paling signifikan bagi pelaksanaan tugas polisi adalah berupa dimensi hokum,
kepatuhan mereka kepada hokum dan sikap menolak gangguan keamanan atau
pelanggaran hukum. Dari
hukum yang baik itulah, etika atau prilaku masyarakat yang terpuji dapat
terbentuk, yang pada gilirannya akan mengembangkan aplikasi etika kepolisian.
b.
Membentuk polisi yang baik
Bibit-bibit
atau calon polisi yang baik adalah dididik, dilatih, diperlengkapi dengan baik
dan kesejahteraan yang memadai. Calon yang baik hanya dapat diperoleh dari
masyarakat yang terdidik baik, persyaratan masuk berstandar tinggi, pengujian
yang jujur dan fair (penuh keterbukaan), dan bakat yang memadai berdasarkan
psikotes.
c.
Membentuk pimpinan polisi yang baik
Pada
dasarnya, sama dan serupa dengan proses membentuk individu polisi yang baik
diatas. Namun, untuk pimpinan yang berstatus perwira harus dituntut standar
yang lebih tinggi. Semakin tinggi pangkatnya maka semakin tinggi pula standar
persaratannya, khususnya unsur kepemimpinannya.
Sumber :
http://krisnaptik.wordpress.com/polri-4/hukum-kepolisian/etika-kepolisian-dalam-profesi-kepolisian-di-bidang-penegakan-hukum/
http://rumputteki.wordpress.com/etika-profesi-polisi/
Subscribe to:
Posts (Atom)